MAKALAH
TEORI EKONOMI MAKRO
PERBANKAN SYARI’AH
Dosen Pengampu:
LELY ANA FERAWATI EKA,SE.SH.MM
Disusun Oleh:
Umi Wahidatul Qudsiyyah M.S
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM
BLOKAGUNG TEGALSARI BANYUWANGI
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “ Perbankan Syari’ah“. Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas
individu mata kuliah Pengantar Teori Ekonomi Makro Program Studi Ekonomi
Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam Blokagung Banyuwangi.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. KH Ahmad Hisyam Syafa’at selaku Pengasuh yayasan Darussalam Blokagung.
2. KH Abdul Kholik Syafa’at selaku ketua umum STAIDA Blokagung.
3. Bapak Edi Sujoko, SH selaku ketua Program Studi Ekonomi Syari’ah.
4. Ibu Lely Ana Ferawati Eka selaku penanggung jawab dan pembimbing mata kuliah Pengantar teori ekonomi makro.
5. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan STAIDA Blokagung.
6. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan
bantuan baik moril maupun materil.
7. Seluruh teman – teman yang telah banyak membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. KH Ahmad Hisyam Syafa’at selaku Pengasuh yayasan Darussalam Blokagung.
2. KH Abdul Kholik Syafa’at selaku ketua umum STAIDA Blokagung.
3. Bapak Edi Sujoko, SH selaku ketua Program Studi Ekonomi Syari’ah.
4. Ibu Lely Ana Ferawati Eka selaku penanggung jawab dan pembimbing mata kuliah Pengantar teori ekonomi makro.
5. Seluruh Staf Dosen dan Karyawan STAIDA Blokagung.
6. Orang tua tercinta yang selalu mendukung, mendoakan dan memberikan
bantuan baik moril maupun materil.
7. Seluruh teman – teman yang telah banyak membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Blokagung, 14 Februari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
1.1
LATAR BELAKANG………………………………………… 1
BAB II POKOK MASALAH………………………………………. 3
BAB III LANDASAN TEORI……………………………………… 4
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 PRODUK
PERBANKAN SYARIAH………………………….. 10
4.2 PERKEMBANGAN
BANK SYARI’AH DIINDONESIA…….. 17
BAB V PENUTUP
5.1
KESIMPULAN…………………………………………………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menabung merupakan aktifitas yang dilakukan oleh
manusia sebagai upaya untuk menyimpan uangnya agar aman. Zaman dahulu
manusia menabung di bawah bantal, di bawah kasur, ataupun diletakkan di salah
satu sudut bagian rumah. Perkembangan peradaban manusia membawa jalan pikiran
manusia untuk membuat aktivitas menabung berpindah tempat tidak lagi hanya di
lingkungan rumah, namun telah berpindah ke sebuah lembaga yang di anggap
berpotensi untuk menjaga uangnya agar aman. Lembaga tersebut biasa dikenal oleh
masyarakat sekarang ini dengan sebutan BANK.
Awalnya bank hanya berperan sebagai tempat
menyimpan uang agar aman dari pencurian ataupun terjadinya musibah baik alam
maupun karena ulah tangan manusia yang tidak dapat diprediksa kehadirannya.
Sebagai tempat menabung. Bank juga berfungsi
sebagai tempat meminjam untuk modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan
konsumtif manusia seperti rumah dan kendaraan bermotor. Bank juga
berperan sebagai tempat investasi masa depan bagi nasabahnya.
Sejak lama masyarakat mengenal bank hanya sebagai
sebuah institusi yang dapat memberikan keuntungan lebih ketika mereka menyimpan
uang di bank, yaitu berupa bunga (interst). Sejak lama masyrakat mengganggap
bahwa bunga bank yang mereka peroleh adalah hal yang wajar dan patut mereka
peroleh manakala mereka menyimpan uangnya di bank. Bahkan, tak jarang lomba
banjir hadiah yang diiming-imingkan kepada nasabah dimaksudkan sebagai slah
satu cara untuk menarik minat masyarakat menjadi nasabah di bank tersebut.
Sayangnya, tanpa pernah di sadari sebenarnya bunga
(interest) bank ini termasuk praktek kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan oleh
para rentenir yang selanjutnya dipraktekkan oleh dunia perbankan dengan lebih
profesional.
Memperoleh imbalan bunga dengan menyimpankan
uangnya di bank sama saja dengan menggandakan uang tanpa disertai dengan usaha
produktif yang dilkukan dengan jelas dan transparan, padahal sebenarnya
dagangan. Uang dalam tinjauan ajaran islam hanya berfungsi sebagai alat tukar terhadap
aktivitas transaksi yang dilakukan oleh masyrakat. Dalam hal ini masyarakat
tidak lagi harus pusing mimikirkan barang apa yang mereka butuhkan. Dahulu cara
seperti ini biasa dikenal dengan sistim barter.
Saat ini, ada cara lain yang membuat masyarakat
tetap bisa merasa aman menyimpan uangnya dibank, yaitu dengan menikmati bagi
hasil dari uang yang mereka simpan di bank. Bagi hasil tidak sama dengan bunga.
Menabung pada dasarnya membrikan kesempatan pada
bank sebagai lembaga keuangan keungan untuk mengelola uang nasabah dengan
baik pada sektor – sektor usaha yang benar dan jelas. Artinya, nasabah dalam
hal ini berperan sebagai pihak pemilik uang. Sedang bank sebagai pihak
peminjam.
Bila diterapkan bunga, maka sejak awal perjanjian,
pihak pemilik uang telah menetapkan seberapa besar pihak peminjam harus
mengembalikan uangnya dengan nilai yang tentu saja menjadi lebih
tinggi dari jumlah uang yang ia pinjamkan. Disinilah letak kdazaliman yang dari
jumlah yang ia pinjam, ataupun sebaliknya bisa terjadi ketimpangan pembagian
keuntungan yang tidak merata antara pihak pemilik dan dengan pihak peminjam.
Berbeda denga sistem bagi hasil yang
diterapkan perbankan syariah, antara pihak pemlik dana (nasabah) dengan pihak
yang akan mengelola uangnya (bank) terdapat adanya kesepakatan berapa bagi
hasil yang dijalankan dan memperoleh keuntungan. Disini, semua pihak yang
melakuakan kerja sama bagi hasil akan memperoleh haknya untuk mendaptkan
baginya masing – masing sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
BAB II
POKOK MASALAH
Kita sudah mendengar mengenai sistem baru dunia
perbankan selain dari perbankan konvensional yakni perbankan syariah. Perbankan
syariah adalah perbankan yang berdasarkan pada syariat-syariat islam. Perbankan
ini sudah sangat berkembang di Indonesia dan perbankan di dunia.
Oleh sebab itu penulis dalam makalah ini ingin
lebih mengupas mengenai sistem yang berlaku diperbankan syariah yang disebut
sistem bagi hasil, lalu seperti apa sistem bagi hasil tersebut ?
Penulis juga ingin sedikit menjelaskan mengenai
perbedaan dari beberapa sistem ekonomi dunia yakni sistem ekonomi kapitalis,
sistem ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi syariah.
Dalam makalah ini pula penulis ingin lebih
mendalami mengenai produk-produk apa saja yang dihasilkan dari perbankan
syariah.
Kemudian penulis juga ingin menjelaskan sedikit
gambaran mengenai perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
BAB III
LANDASAN TEORI
dan
SISTEM EKONOMI
SYARIAH
II.a Landasan Teori
Landasan teori perbankan
syariah adalah Al-Qur’an dan Hadist:
o JUAL BELI (Perdagangan)
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”
(QS. Al Baqarah [2] : 275)
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil”
(QS. Al.An’am [6] : 165)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar
dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama dan lebih Baik
akibatnya”
(QS. Al-Isra’ [17] : 35)
o AS –SALAM (Membeli Tapi Menerima
Barang Kemudian)
“Aku bersaksi bahwa As Salaf (As – Salam)
yang dipinjam untuk jangka waktu tertentu benar – benar telah dihalalkan oleh
Allah dalam kitabullah dan beriman, apabila kamu berutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaknya menuliskan dengan benar”
(QS. Al – Baqarah [2] : 282)
“Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu”
(HR. Ahmad dan Muslim)
o RIBA
“Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba),
maka bagimu, kamu tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”
(QS. Al – Baqarah [2] : 279)
“Allah melaknat pemakai riba, yang memberinya,
para saksinya , dan pencatatnya”
(HR. Bukhari dan Muslim)
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu kepada Allah supaya
kamu dikasihi”
(QS. Ali Imran [3] : 130)
o QIRADH (Pinjaman)
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui)
(QS. Al-Baqarah [2] : 280)
o RAHN (GADAI)
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang mengutangkan). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercyai itu
menunaikan amanat (utang)nya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan
Tuhannya’
(QS. Al – Baqarah [2] : 238)
o QIRADH (PINJAMAN)
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan
menyedekahkan (sebagai atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”
(QS. Al – Baqarah [2] : 280)
o RAHN (GADAI)
“Janganlah pemegang harta gadai menghalangi hak
atas barang gadai tersebut dari peminjam yang menggadaikan. Peminjam berhak
memperoleh bagiannya dan bila di berkewajiban membayar dendanya”
(HR.Syafi’i,Atsram, dan Daruquthni)
o IJARAH (SEWA BARANG DAN KOMPENSASI
JASA)
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlangsung suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
“QS.An-Nisa’ [4] : 29)
o ARIYAH (PINJAMAN)
“Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat
kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan
permusuhan”
(QS. Al-Maaidah [5] : 2)
o WADIAH (BARANG TITIPAN)
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberikan
amanah kepadamu...”
“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya”
“QS. Al-Baqarah [2] : 283)
II.b Sistem Ekonomi Syariah
Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini
yaitu kapitalis, sosialis dan Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan
sistem ekonomi yang berkembang berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak
ada diantara sistem ekonomi yang ada secara penuh berhasil diterapkan dalam
perekonomian dibanyak negara. Sistem ekonomi sosialis atau komando hancur dengan
buabrnya Uni Soviet. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis
pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya
sistem ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa
akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin
dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedkit semakin kaya.
Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan
harkat hidup orang banyak terutama di negara – negara berkembang. Bahkan
menurut Joseph E. Stilghtz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena
keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem
ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai
kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan
masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem
ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih
menonjol dari pada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru
tentang negara yang mayoritas penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi
syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk
mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.
II.b 1. Perbandingan Paradigma, Dasar dan Filosofi
sistem Ekonomi
Dari penjelasan yang telah diungkapkan di atas
menyangkut sistem ekonomi yang ada, maka ada tiga sistem ekonomi yang utama
saat ini, yang diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem
sosialis, sistem kapitalis dan sistem ekonomi syariah. Ke tiga sistem ekonomi
tersebut mempunyai paradigma, dasar dan filosi yang berbeda dan bertolak
belakang satu dengan yang lain. Perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma,
dasar dan filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut terlihat pada Gambar 1.1.
Dari bagan pada Gambar 1.1 terliahat bahwa, untuk
sistem ekonomi sosialis, paradigma yang digunakan adalah Marxis yaitu
paradigama yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua kegiatan,
baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan didistribusikan
secara merata menurut kepenting negara. Dasar yang digunakan dalam ekonomi
sosialis yaitu bahwa, semua anggota masyarkat merupakan satu kesatuan yang
mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggung jawab dan kesamaan lainnya. Dalam
sistem ekonomi sosialis ini, semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi
yang mempunyai paradigma bahwa, kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme
pasar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan
mahluk ekonomi yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk
ekonomi yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dan akan
terus berusaha memenuhinya sekuat kemampuannya. Individuallisme merupakan
filosofi yang digunakan. Dalam hal ini, semua orang berhak untuk memenuhi
kebutuhannya sebanyak-banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimiliknya secara
penuh. Faktor-faktor produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh
yang bersangkutan sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, sistem ekonomi syariah mempunyai
paradigama bahwa, segala sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus
didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau syariah islam.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali
melandasi hukum-hukumnya. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau
ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi,
bersumber terutama dari ajaran agama. Etika agama islam tidak mengarah pada
kapitalisme maupun sosialisme maupun sosialisme. Jika Kapitalisme menonjolkan
sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada kolektivitasme, maka
Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu:
1. Kesatuan (unit)
2. Keseimbanga
(equilibrium)
3. Kebebasan (free will)
4. Tanggung jawab
(responsibilty)
Sistem ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme,
sosialisme, maupun Negara Kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari
kapitalisme karena islam menantang exsploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. “kecelakaanlah bagi setiap
... yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung” (Al-Quran Al-Humazah,2).
Orang miskin dalam islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang
tidak suka menabung atau berinvestasi. Ajaran islam menjungjung tinggi upaya
pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial, “jangan sampai kekayaan hanya
beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kamu” (Al-qur’an, Al-Hasyr,7)
Disejajarkan dengan sosialisme, islam berbeda
dalam hal kekuasaan negara, yang dalam Sosialisme sangat kuat dan
menentukan.kebebasan perorangan yang dinilai tinggi dalam islam jelas
bertentangan dengan ajaran sosialisme.
Akhirnya ajaran Ekonomi Kesejahteraan (Welfare
State) yang berada ditengah-tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme memang
lebih dekat ke ajaran islam. Bedanya hanyalah bahwa dalam islam etika
benar-benar dijadikan pedoman perilaku ekonomi sedangkan dalam Welfare State
tidak demikian, karena etika Welfare State adalah sekuler yang tidak
mengarahkan pada “integritasi vertikal” antara aspirasi materi dan spiritual
(Naqvi,1951,h80)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam
islam pemenuhan kebutuhan materil dan spiritual benar-benar dijaga
keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat
otoriter.
Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan
ekonomi, maka dalam berbisnis juga menggunakan etika islam. Etika bisnis
menurut ajaran islam juga dapat digali langsung dari Al-Quran dan Hadist Nabi.
Misalnya karena adanya larangan riba, maka pemilik modal selalu terlibat
langsung dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya, bahkan
terhadap buruh yang dipekerjakannya. Perusahaan dalam sistem ekonomi syariah
adalah perusahaan keluarga bukan perseroan terbatas yang pemegang sahamnya
dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada Direktur atau manager
yang digaji. Memang dalam sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang
menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada
perusahaan yang riba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan.
Etika Bisnis Islam menjungjung tinggi semangat
saling percaya, kejujuran, dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan
dan karyawan berkembang semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam
perusahaan yang islam gaji karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan
meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih
rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih
tinggi dibanding rekan-rekan yaang muda.
BAB IV
PEMBAHASAN/ ISI
Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil kepada
nasabah yang menabungkan uangnya di bank. Artinya, nasabah tidak akan pernah
dapat menghitung dengan pasti berapa jumlah uangnya yang akan bertambah setiap
bulan bila mereka telah menabung dalam jumlah tertentu. Namun, nasabah dapat
menghitung porsi atau bagian yang menjadi hak mereka dan berapa porsi atau
bagian yang menjadi hak pihak bank syariah.
Perhitungan bagi hasil dihitung secara harian oleh
pihak bank syariah, namun akan diberikan langsung oleh pihak bank melalui
rekening nasabah setiap akhir bulan. Ada juga beberapa bank syariah yang
memberikan bagi hasilnya secara langsung melalui rekening nasabah pada
pertengahan bulan.
Nilai bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah tidak
akan pernah sama setiap saat meskipun jumlah uang yang mereka miliki di bank
tersebut sama. Mangapa? Karena bagi hasil tergantung pada berapa jumlah uang
seluruh nasabah yang ditabung di bank tersebut dan berapa jumlah uang yang
telah dikelola oleh bank untuk sektor-sektor usaha rill sehingga memberikan
keuntungan bagi pihak bank. Keuntunga inilah yang kemudian dibagi kepada
pihak bank sebagai pengelola uang (mudharib) dan nasabah sebagai pemilik uang
(shahibul mal) berdasarkan porsi atau bagian yang telah disepakati bersama di
muka.
A. Produk Perbankan syariah
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana, (II) Penghimpunan Dana dan (III)
Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
I. Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis
besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan
berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1. Transaksi pembiayaan
yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan
dengan prinsip jual beli.
2. Transaksi pembiayaan
yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan prinsip sewa.
3. Transaksi pembiayaan
untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan
jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau
jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk uang
menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta
produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijiarah. Sedangkan pada kategori
ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha
sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan
oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk
ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.
1. Prinsip Jual Beli
(Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan
adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual – beli dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya
a. Pembiayaan Murabahah
Murtabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal
sebagai murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) yaitu transaksi
jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan.kedua belah pihak harus menyepakati harga jual
dan jangka waktu pembayarannya.
b. Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang
yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara
tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli,
sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon,
namun dalam transaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti. Ketentuan umum salam:
·
Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti
jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
· Apabila
hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah
(produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana
yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
·
Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai
persedian (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam
kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau
rekanan.ini disebut pasar Salam.
c. Istishna
Produk ini menyerupai produk salam, namun dalam
istihna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran. Skim istihna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan
manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli,
namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek
transaksinya adalah barang, maka pada ijiriah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal ijiarah muntahhiyah bittmlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya
kepemilikan). Harga jual disepakati pada awal perjanjian.
3. Prinsip Bagi Hasil
(Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip
bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah.
a. Musyrakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang
melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukkan
seluruh bentuk sumber daya (aset) baik yang berwujud maupun tidak berwujud
(berupa dana, barang perdagangan [trading asset], kewiraswaataan
[entrepreneurship], kepandaian [skill], kepemilikan [property],
peralatan[equipment], atau intangible asset [seperti hak paten atau goodwill],
kepercayaan/reputasi [credit worthiness] dan barang-barang lainnya yang dapat
dinilai dengan uang.
ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek
musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta
dalam menentukkan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b.Mudharabah
Mudhrabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau
lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercyakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan
mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau
salah satu diantara itu dalam mudhrabah modal hanya berasal dari satu pihak,
sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah
dan Mudharabah dalam literatul fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al
amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjungjung keadilan.
Ketentuan umum
· Jumlah
modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan
tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan dalam satuan uang.
·
Perhitungan dilakukan dengan pendapatan proyek (revenue sharing) dan
perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing).
· Hasil
usaha dibagi sesuai dengan persetujuan akad.
· Bank
berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak diperkenankan
untuk mencapuri pekerjaan nasabah.
Mudharabah Muqqayadah
Karakteristik mudharabbah muqayadah pada dasarnya
sama dengan spersyaratan diatas. Perbedaannya adalah terletak pada dasarnya
adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan
permintaanpemilik modal.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan,
biasanyaa diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelngkap ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad
pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan
untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (Alih Utang –
Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang
piutang.
b. Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang
digadaikan harus milik sendiri, jelas ukuran,sifat dan nilainya ditentukan
berdasarkan nilai riil pasar,dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh
bank.
c. Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
d. Wakalah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Garansi
Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
menjaminpembayaran suatu kewajiban pembayaran.
2. Produk Penghimpunan
Bank
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk
giro, tabuangan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad
dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda
dengan wadiah amanah. Dalam wadiah dhamanah, pada prinsipnya harta titipan
tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan dalam hal Wadiah
dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta
titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadiah yang diterapkan dalam produk giro
perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, maka implikasi hukumnya sama
dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang, dan bank
bertindak sebagai yang dipinjami.
Ketentuan umum dari produk ini adalah:
·
Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung
bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung
kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu
insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
· Bank
harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana
yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat
memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
·
Terhadap pembukuan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya
administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
· Ketentuan-ketentuan
lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah,
penyimpan atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank
sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan seperti yang telah
dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan
pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah
yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan
mudharabah, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang
akan dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan pihak
penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga yaitu:
a. Mudaharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa
tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu:
tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasrkan prinsip ini tidak ada
pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
b. Mudharabah Muqqayyadah
on balance Sheet
Jenis mudharabbah ini merupakan simpanan khusus
(restriced investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya diisyarakatkan digunakan untuk
bisnis tertentu atau diisyarkatkan untuk nasabah tertentu. Perhitungan bagi
hasil Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet adalah seluruh nasabah kepada
bank tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun
akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada
bank syariah untuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad
dan pelaksana usaha di seluruh sektor.
c. Mudharabah
Muqqayyadah off Balance Sheet
Jenis muddarabah ini merupakan penyaluran dana
mudharabah langusung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai
perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana
usaha. Dalam skema ini bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan
transaksinya di bank syariah secara off balance sheet. Bagi hasilnya hanya
melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil
tergantung kesepakatan antara nsabah investor dan pelaksana usaha bank hanya
memperoleh arrengger fee.
3. Akad Pelangkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana.
Biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad
pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
III.C Jasa
Perbankan
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan
jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau
keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:
a. Sharf (Jual Beli Valuta
Asing)
Pada prinsipnya jual-beli valuta asing sejalan
dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini penyerahannya
harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari
jual beli valuta asing ini.
b. Ijarah (sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak
simpanan buka tutup (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
B. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia
Adanya bank syariah di Indonesia dimulai sejak
awal tahun 90-an, tepatnya pada tahun 91 yaitu dengan brdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI). Setelah diikuti oleh berdirinya Bank Syariah Mandiri
(BSM). Fenomena perbankan syariah di Indonesia merupakan jerih payah perjuangan
para penggagas adanya kelembagaan ekonomi keuangan dalam islam karena dengan
adanya bank syariah, umat islam Indonesia daapat tertolong dalam bertransksi
yang sesuai dengan syar’i dan memberikan rasa ketenangan dihati umat islam
Indonesia.
Perkembangan industri perbankan syariah dalam
tahun2004 masih dilandasi dengan tingkat ekspansi yang tinggi yang menunjukkan
adanya demand terhadap jasa perbankan syariah yang tinggi yang telah di
perkirakan dalam berbagai kajian yang dilakukan.
Perkembangan tersebut didukung pula oleh kondisi
moneter dan kebijakan perbankan yang kondusif. Hal ini tercermin dari
pertumbuhan yang signifikan pada sejumlah indikator seperti jumlah bank dan
jaringan kantor dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan.
Secara institusional , dalam tahun 2004 jumlah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah meningkat
menjadi 3 bank umum syariah, 15 unit usaha syariah (UUS) dari bank umum
konvesional (Bank Tugu) menjadi bank Umum Syariah yaitu Bank Syariah Mega
Indonesia dibukanya 7 UUS dari bank umum konvensional khususnya bank-bank
pembangunan daerah yaitu Bank DKI, BPD Riau, Bank Niaga, BPD KALSEL, BPD Sumut,
BPD Aceh dan Bank Permata. Ijin operasional juga telah diberikan kepada 5 BPRS
(satu konversi) yaitu BPRS Situbondo, BPRS Tenggamus, BPRS Buana Mitra Perwira,
BPRS Artha Surya barokah dan BPRS Bhakti Sumekar. Meski demikan terhadap satu BPRS
yang dicabut ijin usahanya yaitu BPRS Dharma Amanah.
Disamping peningkatan jumlah bank syariah yang
beroerasi, jaringan kantor bank syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang
sangat signifiakan. Selama periode laporan jumlah kantor bank syariah (termasuk
kantor kas dan kantor cabang pembantu) bertambah 96 kantor dari jumlah 337
kantor pada tahun2003 menjadi 443 kantor pada akhir tahun 2004 pertumbuhan
jumlah dan jaringan kantor bank syariah tersebut dismping sejalan dengan hasil
penelitian bank Indonesia mengenai potensi penegembangan perbankan
syariahtersebut disamping sejalan dengan hasil penelitian bank Indonesia
mengenai potensi perkembangan perbankan syariah disejumlah daerah , juga tidak
terlepas dari kebijjakan bank Indonesia yang mendukung perluasan jaringan
kantor bank syariah khusunya diluar wilayah ibu kota Provinsi. Dengan demikian
jaringan perbankan syariah kini telah hadir dihampir sebagian besar provinsi.
Setelah mempelajari lebih dalam mengenai sistem
bagi hasil perbankan syariah maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
·
Penentuan besarnya resiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
·
Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
· Bagi
hasil yang diberikan tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi
hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan bank syariah yang
bersangkutan.
· Tidak
ada agama yang meragukan keabsahan bagi hasil.
· Bagi
hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu
tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua
belah pihak.
Kemudian ciri-ciri perbankan syariah adalah:
· Bisa
menjadikan uang sebagai alat tukar bukan komoditi yang diperdagangkan.
· Bank
syariah menggunakan cara bagi hasil dari keuntungan jasa atas transaksi Rill
bukan sistem bunga sebagai imbalan terhadap pemilik uang yang besarnya
ditetapkan dimuka.
· Resiko
usaha akan dihadapi bersama antara nasabah dengan bank syariah dan tidak
mengenal selisih negatif (negative spread).
· Pada
bank syariah (DPS) sebagai pengawas kegiatan operasional bank syariah agar
tidak menyimpang dan nilai-nilai syariah.
Prospek perkembangan perbankan syariah menerut
penulis kedepan akan baik sekali selama sistem bagi hasil dan syariat-syariat
islam ditegakkan dengan benar, adil, dan jujur karena sistem perbankan syariah
yang memang tidak memberatkan antara kedua pihak dan sistem bagi hasil ini
memang lebih baik dari pada sistem bunga.
BAB VI
KESIMPULAN
Pengembangan sistem perbankan
syariah di Indonesia
dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam
kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif
jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia . Secara bersama-sama,
sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung
mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan
pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan
syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan
alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank,
serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika,
mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan
menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan
beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan
yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan
yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali.
DAFTAR PUSTAKA
http://putri-happiness.blogspot.com/2010/11/makalah-perbankan-syariah.html
0 komentar:
Posting Komentar