Islam adalah
agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Asasnya adalah
aqidah yang benar, bagunannya adalah amal shalih dan hiasannya adalah akhlak
yang mulia. Sebuah pondasi tidak akan bernilai tinggi, jika tidak ada bangunan
di atasnya; Sebuah bangunan akan rapuh, meski terkesan kokoh jika pondasinya
tidak kuat dan sebuah bangunan tidak akan enak dipandang jika hampa dari
hiasan. Artinya, ketiga unsur merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa
dipisah-pisahkan.
Diantara
akhlak islami yang mulia yang menghiasi diri kaum muslimin dan terhitung
sebagai bukti atau kensekuensi persaudaraan sejati yaitu berjabat tangan
tatkala berjumpa. Pertanyaannya, bagaimana aturan Islam dalam berjabat tangan
yang mendatangkan kebaikan itu ? Sudah benarkah praktik yang dilakukan oleh
kaum Muslimin sekarang ini ? Ini perlu sekali untuk diketahui bersama, karena
tidak beberapa lagi kita akan melaksanakan ibadah puasa yang diakhiri dengan
hari raya Idul Fithri. Pada hari ini, biasanya berjabat tangan itu seakan sudah
menjadi kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Berikut
pembahasan seputar berjabat tangan dalam Islam, hukum dan keutamaannya serta
hal-hal yang terkait dengannya.
HUKUM
BERJABAT TANGAN DAN ASAL USULNYA
Berjabat tangan adalah sunnah yang disyari’atkan dan adab mulia para shahabat Radhiyallahu anhum yang dipraktikkan sesama mereka tatkala berjumpa.
Berjabat tangan adalah sunnah yang disyari’atkan dan adab mulia para shahabat Radhiyallahu anhum yang dipraktikkan sesama mereka tatkala berjumpa.
Imam Bukhâri
rahimahullah dalam kitab al-Isti’dzân dalam kitab Shahihnya memuat sebuah bab
yang berjudul Babul Mushafahah (Bab: Berjabat Tangan). Dalam bab ini, beliau
rahimahullah membawakan beberapa hadits yang menjelaskan sunnahnya berjabat
tangan tatkala bersua, diantaranya :
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ قُلْتُ لِأَنَسٍ
أَكَانَتْ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ
Dari Qatâdah
Radhiyallahu anhu ia berkata, “Saya bertanya kepada Anas (bin Mâlik)
Radhiyallahu anhu , ‘Apakah berjabat tangan dilakukan dikalangan para shahabat
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?’ Beliau Radhiyallahu anhu menjawab,
‘Ya’ [1]
Dalam
riwayat lain :
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ
سَفَرٍ تَعَانَقُوْا
Adalah
shahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mereka bertemu, mereka
saling berjabat tangan dan apabila kembali dari perjalanan mereka saling
berangkulan .[2]
Dan hadits
Ka’ab Bin Mâlik Radhiyallahu anhu setelah turunnya taubat beliau, ia berkata :
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ
فَقَامَ إِلَيَّ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِي
وَهَنَّأَنِي
Saya masuk
masjid (Nabawi) sementara Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang dalam
keadaan duduk dan dikelilingi oleh manusia (para shahabat), lalu Thalhah bin
Ubaidillah Radhiyallahu anhu berlari ( kearahku) lalu beliau Radhiyallahu anhu
berjabat tangan denganku dan memberikan ucapan selamat kepadaku. [3]
Imam Nawawi
rahimahullah menyebutkan bahwa dalam hadits ini banyak terkandung faedah,
diantaranya : “Disunnahkan berjabat tangan tatkala berjumpa. Ini merupakan
sunnah yang tidak diperselisihkan.”[4]
Dari
sebagian hadits diatas disimpulkan bahwa berjabat tangan tatkala bersua adalah
sunnah yang disyari’atkan, sebagaimana yang dipertegas oleh para Ulama, seperti
:
- Imam Ibnu
Baththal rahimahullah yang mengatakan, “Berjabat tangan adalah kebaikan menurut
seluruh Ulama.” [5]
- Imam
Nawawi rahimahullah yang juga mengatakan, “Berjabat tangan adalah sunnah
tatkala bersua berdasarkan hadits hadits yang shahih dan ijma’ para Imam.” [6]
ASAL-USUL
JABAT TANGAN
Orang-orang melakukan ini untuk kali pertama adalah penduduk Yaman yang terkenal dengan keimanan dan keilmuan mereka. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan :
Orang-orang melakukan ini untuk kali pertama adalah penduduk Yaman yang terkenal dengan keimanan dan keilmuan mereka. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengungkapkan :
لَمَّا جَاءَ أَهْلُ الْيَمَنِ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ جَاءَكُمْ أَهْلُ
الْيَمَنِ وَهُمْ أَوَّلُ مَنْ جَاءَ بِالْمُصَافَحَةِ
Tatkala
penduduk Yaman datang (ke Madinah) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Telah datang kepada kalian penduduk Yaman, dan merekalah orang yang
pertama sekali yang melakukan berjabat tangan.” [7]
Dalam
riwayat lain Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu berkata :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ غَدًا أَقْوَامٌ هُمْ أَرَقُّ قُلُوبًا
لِلْإِسْلَامِ مِنْكُمْ قَالَ فَقَدِمَ الْأَشْعَرِيُّونَ فِيهِمْ أَبُو مُوسَى
الْأَشْعَرِيُّ فَلَمَّا دَنَوْا مِنْ الْمَدِينَةِ جَعَلُوا يَرْتَجِزُونَ
يَقُولُونَ : غَدًا
نَلْقَى الْأَحــــِبَّهْ مُــحَمَّدًا وَحِـــزْبَهْ فَلَمَّا أَنْ قَدِمُوا
تَصَافَحُوا فَكَانُوا هُمْ أَوَّلَ مَنْ أَحْدَثَ الْمُصَافَحَةَ
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Besok akan datang kepada kalian kaum
yang hati mereka lebih lembut untuk (menerima) Islam dari pada kalian.’ Anas
mengatakan, ‘Maka datanglah kabilah Asy’ariyyun, diantara mereka ada Abu Musa
al-Asy’ari. Tatkala mereka telah mendekati kota Madinah, mereka melantunkan
sebagian sya’irnya seraya berkata, “Besok kita akan berjumpa dengan para
kekasih, Muhammad dan shahabatnya”.
Tatkala mereka telah datang mereka berjabatan tangan, merekalah orang yang pertama sekali melakukan jabat tangan. [8]
Tatkala mereka telah datang mereka berjabatan tangan, merekalah orang yang pertama sekali melakukan jabat tangan. [8]
BERJABAT
TANGAN BUKAN HANYA KETIKA BERJUMPA
Untuk diketahui bahwa berjabat tangan bukan diwaktu berjumpa saja, tetapi di syari’atkan juga tatkala berpisah, akan tetapi keutamaan nya tidak seperti tatkala berjumpa.
Untuk diketahui bahwa berjabat tangan bukan diwaktu berjumpa saja, tetapi di syari’atkan juga tatkala berpisah, akan tetapi keutamaan nya tidak seperti tatkala berjumpa.
Syaikh
al-Albâni rahimahullah berkata, “Sesungguhnya berjabat tangan (disyari’atkan)
di waktu berpisah juga”.
Beliau
rahimahullah menambahkan, “Pendalilan (tentang hal ini) hanya akan jelas dengan
dalil disyari’atkannya mengucapkan salam tatkala berpisah juga, berdasarkan
sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَجْلِسَ
فَلْيُسَلِّمْ وََإِذَا خَرَجَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ الْأُولَى بِأَحَقَّ مِنَ
الأُخْرَى
Apabila
salah seorang diantara kamu masuk majlis maka hendaklah ia mengucapkan salam,
apabila ia keluar hendaklah ia mengucap salam, tidaklah yang pertama lebih
pantas dari yang kedua”, diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmizi dan yang lain
dengan sanad yang hasan.[9]
Jadi
perkataan sebagian orang, “Sesungguhnya berjabat tangan tatkala berpisah adalah
bid’ah” itu adalah perkataan yang tidak perlu dilihat. Benar, sesungguhnya
orang yang memperhatikan hadits-hadits tentang (syari’at) berjabat tangan
tatkala berjumpa, dia akan mendapatkannya lebih banyak dan lebih kuat
dibandingkan dengan hadits-hadits tentang berjabat tangan tatkala berpisah.
Orang yang paham, niscaya akan menyimpulkan dari hadits-hadits tersebut bahwa
berjabat tangan yang kedua (tatkala bepisah) tidaklah sama hukum dan
kedudukannya seperti yang pertama (tatkala bersua). Yang pertama adalah sunnah
(yang sangat di anjurkan) dan yang kedua mustahab, adapun jika dihukumi sebagai
bid’ah maka itu tidak benar, berdasarkan dalil yang kami sebutkan.” [10]
KEUTAMAAN
BERJABAT TANGAN
Berjabat tangan memiliki keutamaan yang sangat agung dan pahala sangat besar. Berjabat tangan termasuk diantara penyebab terhapusnya dosa, sebagaimana dalam hadits :
Berjabat tangan memiliki keutamaan yang sangat agung dan pahala sangat besar. Berjabat tangan termasuk diantara penyebab terhapusnya dosa, sebagaimana dalam hadits :
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ
يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
Dari Barâ’
bin ‘Aazib Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: tidaklah dua orang Muslim bersua kemudian mereka bedua saling
berjabat tangan kecuali diampuni (dosa) keduanya sebelum mereka berpisah.” [11]
Dari
Hudzaifah Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ
الْمُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَ أَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ
خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ
Sesungguhnya
seorang Mukmin apabila berjumpa dengan Mukmin lainnya lalu ia mengucapkan salam
kepadanya kemudian memegang tangannya dan berjabat tangan, maka berguguran
(dihapuskan) dosa mereka sebagaimana daun pohon berguguran .[12]
ETIKA
BERJABAT TANGAN
1. Berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunatkan dalam berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri. Berdasarkan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
1. Berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunatkan dalam berjabat tangan dengan wajah yang berseri-seri. Berdasarkan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ
شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Janganlah
kamu meremekan suatu kebaikkan apapun sekalipun hanya menjumpai saudaramu
dengan wajah yang berseri-seri”. Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Dzar
Radhiyallahu anhu [13], dan masih banyak hadits lainnya yang membicarakan
tentang hal ini.”[14]
2.
Berjabat tangan dengan satu tangan.
Etika ini di ambil dari hadits yang memerintahkan untuk bermushafahah (berjabat tangan) karena itulah makna berjabat tangan secara etimologi.
Etika ini di ambil dari hadits yang memerintahkan untuk bermushafahah (berjabat tangan) karena itulah makna berjabat tangan secara etimologi.
Syaikh
al-Albâni rahimahullah berkata, “Memegang dengan satu tangan dalam berjabat
tangan. Sungguh telah terdapat penjelasanya dalam banyak hadits, bahkan asal
usul lafadz mushâfahah secara etimologi menunjukkan hal ini. Dalam kamus
Lisânul Arab : “al-Mushâfahah” artinya memegang dengan satu tangan, dan begitu
juga at-tashâfuh.
Dan
mushafahah dalam hadits bermushafahah (berjabat tangan) tatkala berjumpa,
termasuk dalam makna ini. Mushafahah adalah perbuatan yang saling melengketkan
telapak tangan dengan telapak tangan dan wajah menghadap wajah (saling
berhadapan)”.
Kemudian
beliau membawakan hadits Hudzaifah diatas tentang keutamaan berjabat tangan seraya
berkata : “Seluruh hadits-hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah dalam
berjabat tangan adalah memegang dengan satu tangan. Sedangkan apa yang
dilakukan oleh sebagian orang yang berjabat tangan dengan dua tangan adalah
perbuatan yang menyelisihi sunnah.” [15]
3.
Tidak membungkuk Saat berjabat tangan, karena ini dilarang dalam agama.
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata :
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata :
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ
الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا
قَالَ أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ
وَيُصَافِحُهُ قَالَ نَعَمْ
Seseorang
bertanya, ‘Wahai Rasûlullâh, salah seorang dari kami berjumpa dengan saudaranya
atau temannya, apakah ia menundukkan punggung kepadanya?’ Beliau menjawab,
‘Tidak,’ Apakah ia merangkul dan menciumnya ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, ‘Tidak,’ Apakah ia memegang tangannya kemudian ia berjabat
tangan dengannya?’ Beliau menjawab, ‘Ya” [16]
.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan “Makruh hukumnya menundukkan punggung dalam segala kondisi bagi sesorang, berdasarkan hadits Anan di atas, “Apakah kami menundukkan punggung” Beliau n menjawab, “Tidak”, dan tidak ada yang menyelisihi hadits ini. Dan jangan kamu tertipu dengan mayoritas orang yang melakukannya seperti orang-orang yang dianggap berilmu atau shâlih dan semisal mereka.” [17]
.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan “Makruh hukumnya menundukkan punggung dalam segala kondisi bagi sesorang, berdasarkan hadits Anan di atas, “Apakah kami menundukkan punggung” Beliau n menjawab, “Tidak”, dan tidak ada yang menyelisihi hadits ini. Dan jangan kamu tertipu dengan mayoritas orang yang melakukannya seperti orang-orang yang dianggap berilmu atau shâlih dan semisal mereka.” [17]
BEBERAPA
PERKARA YANG DILARANG DAN MENYELISIHI SUNNAH DALAM BERJABAT TANGAN
1. Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Tidak diperbolehkan seorang lelaki berjabat tangan dengan wanita dan wanita berjabat tangan dengan laki laki yang bukan mahramnya. Sebagaimana dalam hadits :
1. Berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Tidak diperbolehkan seorang lelaki berjabat tangan dengan wanita dan wanita berjabat tangan dengan laki laki yang bukan mahramnya. Sebagaimana dalam hadits :
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
Sesungguhnya
saya tidak berjabat tangan dengan wanita [18].
‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma berkata :
وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ يَدَ
امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ مَا يُبَايِعُهُنَّ إِلَّا بِقَوْلِهِ
Demi
Allâh,tidak pernah tangan Rasûlullâh menyentuh tangan wanita sama sekali dalam
bai’at. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengambil bai’at (atas)
mereka kecuali dengan perkataan .[19]
2. Waspadai
berjabat tangan dengan al-amrad (anak muda ganteng yang belum tumbuh
jenggotnya).
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dan hendaklah waspada dari berjabat tangan dengan al-amrad yang ganteng, karena melihatnya tanpa ada keperluan adalah haram berdasarkan pendapat yang shahih.” [20]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dan hendaklah waspada dari berjabat tangan dengan al-amrad yang ganteng, karena melihatnya tanpa ada keperluan adalah haram berdasarkan pendapat yang shahih.” [20]
Hafidz Ibnu
Hajar rahimahullah mengatakan, “Dan di kecualikan dari keumuman perintah untuk
berjabat tangan yaitu berjabat tangan wanita lain (bukan mahram) dan amrad
(anak muda) yang ganteng” [21]
3.
Mengucapkan shalawat tatkala berjabat tangan.
Kebiasan sebagian kaum Muslimin apabila berjabat tangan mereka mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan bahwa ini adalah perbuatan bid’ah yang tidak ada landasan dalam agama, karena mengucapkan shalawat adalah ibadah, dan tidak terdapat satu riwayatpun yang menjelaskan bahwa diantara tempat bershalawat adalah tatkala berjabat tangan. Maka jelaslah bahwa ia adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah. Karena sekiranya hal itu adalah suatu ibadah dan kebaikkan maka tentu Rasul dan para shahabat yang akan lebih dahulu mengamalkannya.
Kebiasan sebagian kaum Muslimin apabila berjabat tangan mereka mengucapkan shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak diragukan bahwa ini adalah perbuatan bid’ah yang tidak ada landasan dalam agama, karena mengucapkan shalawat adalah ibadah, dan tidak terdapat satu riwayatpun yang menjelaskan bahwa diantara tempat bershalawat adalah tatkala berjabat tangan. Maka jelaslah bahwa ia adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah. Karena sekiranya hal itu adalah suatu ibadah dan kebaikkan maka tentu Rasul dan para shahabat yang akan lebih dahulu mengamalkannya.
Imam Ibnul
Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya “Jalâ’ul afhâm fi Fadhli ash-Shalât ‘ala
Khairil Anâm” menyebutkan empat puluh satu (41) tempat yang disyari’atkan
bershalawat padanya, dan tidak satu dari tempat tersebut diwaktu berjabat
tangan. Ini memperkuat pernyataan diatas bahwa bershalawat tatkala berjabat
tangan adalah perkara yang bid’ah yand tidak ada landasannya dalam agama, wallahu
a’lam.
4. Berjabat
tangan sesudah shalat antara makmum dengan imam atau antara para makmum.
Amalan seperti ini tidak ada landasan dalam sunnah, tidak pernah dilakukan oleh rasul dan para shahabatnya, kecuali bila seseorang bertemu dengan teman atau saudaranya yang sebelumnya ia belum bersua, maka diperbolehkan baginya untuk berjabat tangan. Karena berjabat tangan disyari’atkan tatkala berjumpa sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Adapun sesama jama’ah yang setiap hari dan waktu berjumpa di masjid atau mushalla, maka tidak disyari’atkan untuk berjabat tangan setiap selesai shalat, karena perbuatan seperti ini adalah perkara bid’ah yang telah dingkari oleh para Ulama.
Amalan seperti ini tidak ada landasan dalam sunnah, tidak pernah dilakukan oleh rasul dan para shahabatnya, kecuali bila seseorang bertemu dengan teman atau saudaranya yang sebelumnya ia belum bersua, maka diperbolehkan baginya untuk berjabat tangan. Karena berjabat tangan disyari’atkan tatkala berjumpa sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Adapun sesama jama’ah yang setiap hari dan waktu berjumpa di masjid atau mushalla, maka tidak disyari’atkan untuk berjabat tangan setiap selesai shalat, karena perbuatan seperti ini adalah perkara bid’ah yang telah dingkari oleh para Ulama.
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Adapun tradisi berjabat tangan yang dilakukan oleh
menusia sesudah shalat Shubuh dan Ashar maka tidak ada landasan atau asalnya
dalam syari’at seperti ini” [22]
Syaikh
al-Albani rahimahullah berkata, “Adapun berjabat tangan setelah shalat fardhu
maka tidak diragukan bahwa ia adalah bid’ah, kecuali diantara dua orang yang
belum berjumpa sebelumnya, maka ia adalah sunnah sebagaimana yang Anda
ketahui.” [23]
Hukum ini
pulalah yang di fatwakan oleh “Lajnah ad daimah” (komite fatwa di Saudi Arabia)
seraya berkata, “Tradisi berjabat tangan setelah shalat fardhu antara imam dan
makmum atau diantara para makmum, seluruhnya adalah bid’ah tidak ada
landasannya. Oleh karena itu, wajib ditinggalkan, karena sabda Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang
tidak ada landasan dari perintah kami maka tertolak” [24], dan adalah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat bersama para shahabatnya, begitu juga para
khalifah sepeninggalnya, mereka shalat bersama kaum Muslimin, namun tidak
dinukilkan keterangan tentang rutinitas berjabat tangan setelah shalat.
Padahal, sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan sejelek jelek perkara adalah yang baru, dan setiap perkar yang baru
(dalam agama) adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat” [25].
Kesimpulan
Demikianlah pembahasan singkat tentang hukum berjabat tangan dalam Islam, dari apa yang diutarakan bisa disimpulkan beberap poin berikut :
Demikianlah pembahasan singkat tentang hukum berjabat tangan dalam Islam, dari apa yang diutarakan bisa disimpulkan beberap poin berikut :
1. Berjabat
tangan disyariatkan tatkala berjumpa dan berpisah, sekalipun kedudukannya tidak
sama dengan waktu berjumpa.
2. Berjabat tangan merupakan adab dan akhlak para shahabat sesama mereka tatkala bersua.
3. Berjabat tangan diantara sebab pengampunan dosa.
4. Tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
5. Tidak disyari’atkan mengucapkan shalawat tatkala berjabat tangan, karena tidak ada dasarnya.
6. Berjabat tangan setelah shalat adalah ritual yang bid’ah, kecuali antara dua orang yang belum bertemu sebelumnya.
2. Berjabat tangan merupakan adab dan akhlak para shahabat sesama mereka tatkala bersua.
3. Berjabat tangan diantara sebab pengampunan dosa.
4. Tidak diperbolehkan berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya.
5. Tidak disyari’atkan mengucapkan shalawat tatkala berjabat tangan, karena tidak ada dasarnya.
6. Berjabat tangan setelah shalat adalah ritual yang bid’ah, kecuali antara dua orang yang belum bertemu sebelumnya.
Semogah
Allâh Azza wa Jalla senatiasa membimbing kita dan seluruh kaum muslimin untuk
mempelajari sunnah dan mengamalkannya serta menghiasi diri kita semua dengan
ahklak islamiyah karimah, Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar